Jakarta, CNBC Indonesia - Menko Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mendapat banyak masukan saat membantu penanganan pandemi COVID-19 di Indonesia di beberapa provinsi. Ia sadar masih banyak yang perlu dibenahi dari sistem manajemen kesehatan di Indonesia, terutama terkait manajemen 'big data'.
Ia meminta Kemenkes untuk mengecek beberapa perbaikan manajemen data termasuk di dalamnya perbaikan data New All Records (NAR) terkait pencatatan hasil laboratorium orang yang dites PCR. Luhut bilang perbaikan data NAR harus dilakukan segera karena nantinya berhubungan erat dengan upaya surveilans dan vaksin covid-19 yang akan segera dilakukan.
"Mengapa? Karena ke depannya, "big data" yang akan kita bangun ini akan dimanfaatkan untuk perbaikan manajemen data pasien ke depannya, dengan begitu kita dapat melihat data berbagai jenis penyakit yang diderita oleh masyarakat Indonesia, riwayat kesehatan pasien, rekam medis, sampai kebutuhan obat pasien sehingga kita bisa memperkirakan pabrik obat apa saja yang perlu kita bangun untuk persediaan obat di dalam negeri," kata Luhut dalam akun media sosialnya, dikutip Jumat (6/11).
Ia mau agar "big data" informasi kesehatan ini bisa terintegrasi dengan BPJS Kesehatan secara baik. Ia juga menegaskan bahwa seluruh infrastruktur "big data" manajemen kesehatan fungsi pengelolaannya akan sepenuhnya dipegang oleh Kemenkes.
"Saya meminta kepada kedua pihak (Kemenkes dan Telkom) untuk menyelesaikan integrasi manajemen kesehatan untuk penanganan Covid-19 ini maksimal diselesaikan pada bulan Desember, dengan catatan secara bertahap akan ada beberapa perbaikan yang bersifat minor dan mendesak untuk memperbaiki sistem yang sudah ada," katanya.
Sehingga Indonesia mulai mewujudkan reformasi kesehatan di Indonesia, lewat integrasi manajemen data kesehatan berbasis teknologi informasi.
Terkait penanganan Covid-19, Luhut punya target jumlah orang yang dites Indonesia dan percepatan keluarnya hasil tes Covid 19 di Indonesia yang saat ini masih di atas 48 jam .
"Saya ingin kita terus mengejar standar acuan yang telah ditetapkan WHO, mengingat jumlah orang yang beberapa daerah masih di bawah standar WHO," ungkap Luhut.
Ia bilang kapasitas laboratorium sebenarnya Indonesia telah mampu memenuhi standar WHO yaitu jumlah tes 1 orang berbanding 1,000 penduduk per minggu dengan positivity rate di bawah 5%.
"Maka dari itulah saya rasa pemeriksaan harus lebih ditargetkan kepada orang yang bergejala, terutama yang berasal dari hasil "tracing"," katanya.
Ia berharap integrasi sistem manajemen data penanganan COVID-19 yang sedang dikembangkan pemerintah bisa berjalan dengan efektif sehingga bisa menampilkan data yang faktual dan nyata.
"Masyarakat akan mendapatkan informasi yang paling faktual terkait penanganan pandemi di Indonesia, dan pemerintah Indonesia akan punya sistem manajemen kesehatan yang saling terintegrasi dari hulu hingga hilir," katanya.